MAKALAH
imunologi
DOSEN : umi ma'rifah S.,KEP NS M.,KES
NAMA : IFADHATUL MUNAWARAH RIZKI
BAB I
PRODI : D3 KEBIDANAN ( I B)
MAKALAH
imunologi
DOSEN : SUPATMI S.,KEP NS M.,KES
NAMA : IFADHATUL MUNAWARAH RIZKI
PRODI : D3 KEBIDANAN ( I B)
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
SURABAYA
TAHUN
2013-2014
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke
hadirat Allah SWT. bahwa kami telah
menyelesaikan tugas mata kuliah
Biologi dengan
membahas Dasar-dasar Imunologi dalam bentuk makalah.
Makalah
ini kami tulis berdasarkan hasil pencarian kami dari beberapa sumber. isi
makalah ini mencakup tentang sejarah
imunologi, pengertian imunologi, fungsi sistem imun, respon imun, jenis-jenis
imun, pengertian antigen dan antibodi, penjelasan sistem komplemen, sel -sel
sistem imun dan KELAINAN PADA SISTEM IMUN.
Makalah
ini di harapkan cukup untuk memberikan pengertian tentang dasar-dasar
imunologi, walaupun
tidak secara detail.
Sudah
tentu makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga masih banyak kekurangannya.
Maka saran, petunjuk pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak sangat
kami harapkan.
Semoga
makalah ini mendapat Ridho dari Allah SWT, dan bisa bermanfaat bagi kita semua.
Daftar
Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................................
.... 1
Bab II Isi
2.1 Sejarah
Imunologi................................................................................................
.... 2
2.2 Pengertian
Imunologi...........................................................................................
.... 3
2.3 Fungsi Sistem
Imunologi..........................................................................................
4
2.4 Respon
Imunologi.....................................................................................................
5
2.5 Jenis-jenis Imunologi................................................................................................
6
2.6 Pengertian Antigen dan
Antibody............................................................................
7
2.7 Sistem Komplemen...................................................................................................
8
2.8 Sel-sel Sistem
Imunologi..........................................................................................
9
2.9 Reaksi Hipersensitivas..............................................................................................
10
Bab III Penutup
3.1
Kesimpulan
.... 8
Daftar
Pustaka
.... 9
BAB I
1.1 Latar
Belakang
Manusia dan hewan mempunyai system untuk
mempertahankan diri terhadap penyakit yang dikenal dengan system imunitas. Ada
dua jenis imunitas , yaitu imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Kedau imunitas
tersebut merupakan garis pertahanan pertama terhadap semua pengganggu. Bagian
utama tubuh yang berfungsi sebagai imunitas bawaan adalah kulit,air mata dan air liur.
System
kekebalan tubuh sangat mendasar perannya bagi kesehatan , tentunya harus
disertai dengan pola makan yang sehat, makan cukup berolahraga, dan terhindar
dari masuknya senyawa yang beracun kedalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir
dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan.tem kekebalan tubuh
Kondisi
system kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat
terdapat system kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap
penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan system kekebalan
tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa system kekebalan tubuh
sang ibu untuk membantu daya tahan tubuh sang bayi . semakin dewasa, sis tem
kekebalan tubuh terbentuk sempurna.
Namun pada orang lanjut usia, system kekebalan tubuhnya secara alami menurun.
Itulah sebabnya timbul penyakit degenerative atau penuaan.
Pada pola hidup modern menuntut segala sesuatu
dilakukan secara cepat dan instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan.
Sarapan didalam kendaraan, makan siang serba tergesa, dan malam karena
kelelahan tidak nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi,
polusi udara, kurang berolahraga, dan steres. Apabila terus berlanjut, daya
tahan tubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit.
Karena itu, banyak orang yang masih muda mengidap penyakit degenerative.
Kondisi stress dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan
kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan antibody.
Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali terabaikan, sehingga
timbulberbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia produktif.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
sejarah imunologi ?
b.
Apa
pengertian imunologi?
c.
Apa
fungsi system imun ?
d.
Bagaimana
respon imun?
e.
Apa
saja jenis-jenis imun?
f.
Apa
yang dimaksud antigen dan antibody?
g.
Apa
yang dimaksud dengan system komplement?
h.
Apa
saja sel-sel system imun?
i.
Apa
saja yang kelainan system imun?
1. 3 Tujuan
J Untuk mengetahui sejarah imunologi
J Untuk mengetahui pengertian imunologi
J Untuk mengetahui fungsi system imun
J Untuk mengetahui respon imun
J Untuk mengetahui jenis-jenis imun
J Untuk mengetahui antigen dan antibody
J Untuk mengetahui system komplement
J Untuk mengetahui sel-sel system
imun
J Untuk mengetahui kelainan system imun
BAB II
ISI
2.1 SEJARAH
IMUNOLOGI
Pada
mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respon tubuh,
terutama respon kekebalan, terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, girolamo
fracastoro mengajukan teori kontagion
bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit
tersebut dari satu individu, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak
dapat dilihat dengan mata dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasikan.
1.
Edwar jenner
Pad
tahun 1789, Edwar jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi
variola secara alamiah, bila ia telah terpajar sebelumnya dengan cacar sapi
(cow pox). Sejak itulah, mulai
dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui
bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju
bila diiringi dengan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama teknologi
kedokteran. Dengan ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang
mikrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuripenyebab penyakit infeksi.
Penelitian ilmiah mengenai imunologi baru dimulai setelah louise Pasteur pada
tahun 1880 menemukan penyebab penyakit
infeksi dan dapat membiak mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ
theory) penyakit. Penemuan ini kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin
rabies pada manusia tahun 1885. Hasil karya Pasteur ini kemudian merupakan
dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang merupakan pencapaian gemilang
imunologi yang memberi dampak positif pada penurunan mordibitas penyakit
infeksi pada anak.
2.
Robert Koch
Pada
tahun 1880, Robert menemukan kuman penyebab penyakit tuberkolosis. Dalam rangka
mencari vaksin terhadap tuberkolosis ini,ia mengamati adanya reaksi tuberculin
(1891) yang merup[pakn reaksi hipersensitifitas lambat pada kulit terhadap
kuman tuberculosis. Reaksi tuberculin ini kemudian kemudian oleh mantoux (1908)
dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberculosis pada anak. Vaksin terhadap
tuberkolusis ditemukan pada tahun 1921 oleh calmette dan Guerin yang dikenal
dengan vaksin BCG ( bacillua calmette Guerin). Kemudian diketahui bahwa tidak
hanya mikroorganisme hidup yang dapat menimbulkan kekebalan , bahanyang yidak
hidup dapat menginduksi kekebalan.
3.
Alexander yersin dan roux
Setelah
roux menemukan toksin diferi pada tahun 1885, Von Behring dan Kitasato
menemukan antitoksin diferi pada binatang(1890). Sejak itu dimulailah
pengobatan dengan serum kebal yang diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan
dalam pengobatan penyakit infeksi pada anak. Pengobatan dengan serum kebal ini
dikemudian berkambang menjadi pengobatan dengan imunglobulin spesifik atau
globulin gama yang diperoleh dari manusia.
4.
Clemens von pirquet
Dengan
pemakaian serum kebal , muncullah secara klinis kelainan akibat pemberian serum
ini. Dua orang dokter anak,clements von pirquet dari austriadan bela shick diri
hongaria melaporkan pada tahun1905, bahwa anak yang mendapat suntikan serum kebal
berasal dari kuda terkadang menderita panas, pembesaran kelenjar, dan eritema
yang dinamakan penyakit serum ( serum
sicknes ). Perancis , Charles richet dan paul portier (1901) menemukan
bahwa reaksi kekebalan tubuh yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat
toksin pada anjing tidak terjadi , bahkan yang terjadi adalah keadaan
sebaliknyayaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa
pencegahan ). Mulailah imunologi dilibatkan dalam reaksi lain dari kekebalan
akibat pemberian toksin atau antitoksin.
clements von pirquet dari Austria (1906) memakai istilah reaksi alergi
untuk reaksi imunologi ini. Pada tahun 1873 charles blackley mempelajari
penyakit hay fever yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitas dan rhinitis, serta
melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari (pollen). Oleh wolf Eisber (1906) dan
meltezer (1910), penyakit ini dinamakan anafilaksis pada manusia (human anaphylaxis).
Pada
tahun 1911-1914 noon dan freeman mencoba mengobati penyakit hay
fever terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan
sedikit dami sedikit. Dasarnya pada waktu itu dianggap bahwa serbuk sari
mengeluarkan toksin, dengan harapan terbentuk anti toksin netralisasi. Sejak
itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit alergi tertentu yang
dikenal dengan cara desensitasi. Akan
tetapi mekanisme yang sekarang dianut
berdasarkan pembentukan antibody penghambat (blocking
antibody).
Dengan
penemuan reaksi tuberculin, scloss (1912) dan von pirquet (1915) melakukan uji
gorest (scratch test ) pada kulit untuk diagnosis penyakit alergi pada anak. Talbot (1914), seorang
dokter anak , dengan uji gores melihat dengan adanya hubungan antara asma
dengan telur. Cooki (1915)memodifikasi
uji gores dengan uji infrakutan, dan melaporkan juga bahwa factor
keturunan memegang peranan pada penyakit alergi. Pada tahun 1913, schik juga
memperkenalkan uji kulit
untuk
menentukan kepekaan seseorang terhadap kuman diferi, sehingga makin banyak
fenomena imun diterapkan dalam uji diagnostic penyakit anak.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca
mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap sekumpulan penyakit
alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma,
dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Mulailah ilmu
alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi
klinis. Rackemann (1918) melihat bahwa sebagian besar asma pada anak mempunyai
dasar alergi dan dinamakan asma tipe ekstrinsik. Prausnitz dan
Kustner (1921) menyatakan bahwa zat yang menimbulkan sensitisasi kulit pada uji
kulit dapat ditransfer melalui serum penderita. Memang pada waktu itu mekanisme
alergi yang tepat belum diketahui. Kini berkat penelitian yang telah dilakukan,
proses selular dan molekular yang terjadi pada penyakit alergi dapat
dijabarkan. Berbagai macam bentuk kelainan klinis berdasarkan reaksi alergi-imunologi
makin banyak ditemukan, terutama dengan bertambah banyaknya obat yang dipakai
untuk pengobatan dan diagnosis penyakit.
Dengan ditemukannya komplemen oleh
Bordet (1894), uji diagnostik yang memakai fenomena imun berkembang lagi dengan
uji fiksasi komplemen (1901), seperti pada penyakit sifilis. Pada tahun 1896,
Widal secara in vitro mendemonstrasikan bahwa serum penderita demam tifoid
dapat mengaglutinasi basil tifoid.
Setelah Landsteiner (1900) menemukan
golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan darah rhesus oleh Levine dan
Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun semakin dikenal.
Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan istilah imunologi
saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan
Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum
globulin gama yang kemudian dinamakan imunoglobulin (Ig). Dengan cara
imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang
diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964), dan kemudian diketahui
bahwa masing-masing kelas tersebut mempunyai subkelas. Pada tahun 1959 Porter
dan Edelman menemukan struktur imunoglobulin, dan tahun 1969 Edelman pertama
kali melaporkan urutan asam amino molekul imunoglobulin yang lengkap. Reagin,
yaitu faktor yang dianggap berperan pada penyakit alergi, baru ditemukan
strukturnya oleh Kimishige dan Teneko Ishizaka pada tahun 1967 dan merupakan
kelas imunoglobulin E (IgE). Sekarang banyak penelitian dilakukan mengenai
regulasi sintesis IgE, dengan harapan dapat menerapkannya dalam mengendalikan
penyakit atopi.
5. Metchnikoff
Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya
telah mengatakan bahwa pertahanan tubuh tidak saja diperankan oleh faktor
humoral, tetapi leukosit juga berperan dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Pada waktu itu peran leukosit baru dikenal fungsi fagositosisnya.
Beliaulah yang menemukan sel makrofag. Sekarang kita mengetahui bahwa sel
makrofag aktif berperan pada imunitas selular untuk eliminasi antigen. Baru
pada tahun 1964, Cooper dan Good dari penelitiannya pada ayam menyatakan bahwa
sistem limfosit terdiri atas 2 populasi, yaitu populasi yang perkembangannya
bergantung pada timus dan dinamakan limfosit T, serta populasi yang
perkembangannya bergantung pada bursa fabricius dan dinamakan limfosit
B. Tetapi pada waktu itu belum dapat dibedakan antara limfosit T dan limfosit
B. Limfosit T berperan dalam hipersensitivitas lambat pada kulit dan penolakan
jaringan, sedangkan limfosit B dalam produksi antibodi.
2.2 PENGERTIAN
Sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Imunologi adlah suatu cabang yang
luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mencakup kajian mengenai semua
aspek system imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain
mempelajari peranan fisiologi system imun yang baik dalam keadaan sehat maupun
sakit malfungsi system imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun,
hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allografi, karekteristik fisik
,kimiawi, dan fisiologi komponen-komponen system imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi
memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah
menjadi beberapa subdisiplin.
2.3 FUNGSI SISTEM
IMUN
Melindungi tubuh dari invasi penyebab
penyakit dengan menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi
asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam
tubuh, Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan, Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal. Dan Sasaran utama
yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun utama (disamping
sel plasma, makrofag, dan sel mast).
2.4 RESPON IMUN
Tahap :
Deteksi dan mengenali benda asing,
Komunikasi dengan sel lain untuk berespons, Rekruitmen bantuan dan koordinasi
respons dan estruksi atau supresi penginvasi
2. 5 JENIS-JENIS
IMUN
1. Sistem imun non spesifik ,natural
atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
Merupakan pertahanan tubuh terdepan
dalam melawan mikroorganisme. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan
terhadap mikroorganisme tertentu.
Terdiri dari:
a)
Pertahanan
fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran
pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam
tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak
oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
b) Pertahanan
biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran
nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga, spermin dalam semen,
mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. asam
HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan air
susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan
menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam
neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag
dapat menghancurkan kuman gram negatif dan hal tersebut diperkuat oleh
komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zan besi yang
dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
c) Pertahanan
humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan
pada pertahanan tubuh secara humoral. Bahan-bahan tersebut adalah:
Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif
bakteri dan parasit karena:
·
Komplemen dapat
menghancurkan sel membran bakteri
·
Merupakan
faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
·
Komponen
komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang
dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang mengandung nukleus dan dilepaskan
sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti virus
dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga
menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu, interveron juga dapat
mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau
menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut
akan dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian penyebaran
virus dapat dicegah.
C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan
dapat mengaktifkan komplemen. CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP
merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih) setelah
infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non
spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul
yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d) Pertahanan
seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan
dalam sistem imun non spesifik seluller.
Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat
melakukan fagositosis tetapi sel utama yang berperaan dalam pertahanan non
spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga
berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman
terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan
(fagosistosis), membunuh dan mencerna. Kemotaksis adalah gerakan fagosit
ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor sperti produk bakteri
dan factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody seperti
pada halnya dengan komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis
(opsonisasi). Antigen yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh
fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya
reseptor untuk fraksi Fc dari immunoglobulin pada permukaan fagosit.
Natural Killer cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi
dan tidak mempunyai cirri sel limfoid dari siitem imun spesifik, maka karenan
itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau
sel neoplasma dan interveron meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan
dan efeksitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
Mempunyai kemampuan untuk mengenal
benda asing. Benda asing yang pertama kali muncul dikenal oleh sistem imun spesifik
sehingga terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut. Bila sel imun tersebut
berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir
ini akan dikenal lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena
sistem tersebut hanya mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya,
maka sistem itu disebut spesifik.sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri
untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin
kerjasama yang baik antara antibodi, komplemen , fagosit dan antara sel T
makrofag.
Sistem imun
spesifik ada 2 yaitu;
a) Sistem imun
spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun
humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B tersebut berasal dari sel asal
multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan
berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk zat anti
atau antibody. Antibody yang dilepas dapat ditemukan didalam serum. Funsi utama
antibody ini ialah untuk pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri
(ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.
b) Sistem imun
spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun
spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. sel tersebut juga berasal dari
sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang disebut timosin dapat
ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat memberikan
pengaruhnya terhadap diferensiasi sel T diperifer. Berbeda dengan sel B , sel T
terdiri atas beberapa sel subset yang mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama
sel imun spesifik adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup
intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas
spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
Alamiah
·
Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan
antibody atau sel darah putih yang disensitisasi dari badan seorang yang imun
ke orang lain yang imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke
anak.
·
Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi
bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan
pembentukan antibody atau sel yang tersensitisasi.
Buatan
·
Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan
memberikan serum, antibody, antitoksin misalnya pada tetanus, difteri,
gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah
disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
·
Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan
dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid tetanus, antigen mikro organism baik
yang mati maupun yang hidup.
2.6
ANTIGEN DAN ANTIBODY
1. Antigen
a) Pengertian
Antigen molekul asing yang dapat
menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada manusia dan hewan.
Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan
cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat
asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T
terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas
pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13;
Campbell,dkk 2000: 77).
b) Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh
sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi
terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat
yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen
biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya.
Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat
antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat,
sel-sel kanker, dan racun.
c) Karakteristik
Karakteristik antigen yang sangat
menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai berikut:
· Asing (berbeda
dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal
sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk menimbulkan respon
imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.
· Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya
merupakan protein berukuran besar. Molekul dengan berat molekul kurang
dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti
asam amino tidak bersifat imunogenik.
· Kompleksitas
kimiawi dan struktural
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi
sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam amino kurang bersifat munogenik
dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang
berbeda.
· Determinan
antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks
yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan antigenic atau
epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu
determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.
· Tatanan genetic
penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda
terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
· Dosis, cara dan
waktu pemberian antigen
Respon imun tergantung kepada banyaknya
natigen yang diberikan, maka respon imun tersebut dapat dioptmalkan dengan cara
menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk jumlah dosis), cara pemberian
dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang diberikan)
d)
Pembagian Antigen
· Secara
fungsional
Ø Imunogen, yaitu molekul besar (disebut
molekul pembawa).
Ø Hapten, yaitu kompleks yang terdiri
atas molekul kecil.
·
Pembagian
antigen menurut epitop
Ø
Unideterminan, univalent yaitu hanya satu
jenis determinan atau epitop pada satu molekul.
Ø Unideterminan,
multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian
tersebut ditemukan pada satu molekul.
Ø Multideterminan,
univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap
macamnya (kebanyakan protein).
Ø Multideterminan,
multivalent yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam
pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara
kimiawi). (Baratawidjaja 1991: 14)
· Pembagian
antigen menurut spesifisitas
Ø Heteroantigen, yaitu antigen yang
terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.
Ø Xenoantigen yaitu antigen yang
hanya dimiliki spesies tertentu.
Ø Alloantigen
(isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.
Ø Antigen organ
spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang
berbeda.
Ø Autoantigen,
yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri (Baratawidjaja 1991: 14-15;
Sell : 9–10).
· Pembagian
antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
Ø T dependent
yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
Ø T independent
yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang
dipecah di dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll,
dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.(Baratawidjaja 1991: 15).
· Pembagian
antigen menurut sifat kimiawi
Ø Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein
dapat menimbulkan respon imun terutama pembentukan antibodi. Respon imun
yang ditimbulkan golongan darah ABO, mempunyai sifat antigen dan spesifisitas
imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.
Ø Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi
imunogenik bila diikat oleh protein carrier. Lipid dianggap
sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
Ø Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik
bila diikat oleh protein carrier. DNA dalam bentuk heliksnya
biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA terjadi pada
penderita dengan SLE.
Ø Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya
multideterminan univalent.(Baratawidjaja 1991: 15)
e)
Reaksi Antigen dan Antibodi
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat
banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi
kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita
yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari
barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi
tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis
pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan
sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang
tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah
antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul
immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu.
Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama.
Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder
yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10
sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya
bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen
untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.
Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi,
kategori tersebut antara lain:
·
Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
·
Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
Ø Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
Ø Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
Ø Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
Ø Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.
Ø Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
·
Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
2. Antibodi
a) Pengertian
Antibodi adalah protein immunoglobulin
yang disekresi oleh sel B yang teraktifasi oleh antigen. Antibodi merupakan
senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing
yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok
prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan
musuh-musuh penyerbu.
b) Fungsi
·
Untuk
mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
·
Membusukkan
struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.
c) Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat yang sangat
luar biasa, karena untuk membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh
merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat
terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di
alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Dia mengetahui polanya berdasarkan
perasaan. Sulit bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu,
Akan tetapi, satu sel B yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata,
menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya
dalam kombinasi yang tepat.
d) Proses
Pembentukan Antibodi
·
Antibodi
terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi tersebut
diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody yang
dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti
antibody tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang.
·
Pembentukan
antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan reaksi imunitas,
dimana prosesnya adalah:
Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri
salmonella) masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan meresponnya karena itu
dianggab sebagai benda asing. karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia
tidak sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga
memproduksi toksinsebagai pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga
memproduksi APC yang berfungsi mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar
respon imun berlangsung dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan
limfosit T.
e) Klasifikasi
Antibodi
·
IgG (Imuno globulin G)
IgG merupakan antibodi yang paling
umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia memiliki masa hidup
berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti
aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka
mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi
tubuh terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam
racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan
menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan
kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke
dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika
antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk
masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan
mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi
sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.
· IgA (Imuno
globulin A)
Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat
tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong
udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut
berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai
media lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka
mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga
daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk
melindungi daerah kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada
saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang
bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan
pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru
lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem
pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan
hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur
beberapa minggu.
·
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah
bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme tubuh manusia bertemu
dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk
melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam
bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit,
produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah
terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.
·
IgD (Imuno globulin D): IgD juga terdapat dalam darah, getah
bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak
sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka
membantu sel T menangkap antigen.
·
IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah.
Antibodi ini bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel
darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi
alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang
mengalami alergi.
2.7
SISTEM KOMPLEMENT
Sistem komplemen adalah suatu sistem
yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat
berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan
tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak
tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif.
Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan
berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel
antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan
tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga
efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat
endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan
terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.
Komplemen sebagian besar disintesis di
dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh sel fagosit mononuklear yang
berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel
epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit
mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr,
CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan
unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya
1. Aktivasi
Komplemen
a) Aktivasi
komplemen jalur klasik
Aktivasi komplemen melalui jalur klasik
atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
·
Regulasi jalur
klasik, terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan
penghambatan C3 konvertase.
·
Aktivitas C1
inhibitor
Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1
INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan
antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1
INH.
·
Penghambatan C3
konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa
regulator.
b) Aktivasi
komplemen jalur alternatif
Aktivasi jalur alternatif atau disebut
pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat
pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan
IgM. Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus
dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa
enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah
menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++
dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi
C3bBb yang aktif (C3 konvertase) (Lihat Gambar 5-2). Pada keadaan normal reaksi
ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen
selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I
menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak
aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ) . Tetapi bila
pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan
menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk
dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen
selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin,
zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi
jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya
IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel
sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka
aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih
diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan
akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal
ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh
karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh
proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H
dan faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah
lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada
permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada
permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan
dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur
altematif (kompleks serangan membran).
2. Efek Biologik
Komplemen
Fungsi sistem komplemen pada pertahanan
tubuh dapat dibagi dalam dua golongan besar, 1) lisis sel sasaran oleh kompleks
serangan membran, dan 2) sifat biologik aktif fragmen yang terbentuk selama
aktivasi.
a) Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks
serangan membran) yang berfungsi adalah C5-C9. Mekanisme ini sangat penting
bagi pertahanan tubuh melawan mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui
jalur alternatif maupun jalur klasik.
b) Sifat biologik
aktif
Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses
opsonisasi C3b dan iC3b mungkin merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap
infeksi bakteri dan jamur secara sistemik Fagositosis ini juga lebih meningkat
bilamana bakteri disamping berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan
antibodi IgG atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor
spesifik yang terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi,
tetapi juga memacu untuk terjadinya fagositosis.
Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin
oleh karena dapat memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator
kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular.
Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos
dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil,
monosit, makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada
otot polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a
adalah yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak
dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang
spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit
tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang
rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang
metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya
untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang
tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang
diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau
benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan.
Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu
terbentuk dalam sirkulasi, dan dapat meningkat secara dramatis bilamana
terdapat peningkatan antigen. Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat
membahayakan oleh karena dapat mengendap pada dinding pembuluh darah,
mengaktivasi komplemen dan menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks
imun bilamana berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi
juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc
immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan antigen-antibodi yang
sudah terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks
imun yang berlebihan ini, sistem komplemen dapat meningkatkan fungsi fagosit.
Fungsi ini terutama oleh reseptor yang terdapat pada permukaan eritrosit.
Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen dan mengaktifkan fragmen C3b
yang menempel pada antigen. Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor
pada permukaan eritrosit. Pada waktu sirkulasi eritrosit melewati hati dan
limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel Kupffer) dapat membersihkan
kompleks imun yang terdapat pada permukaan sel eritrosit tersebut.
3. Regulasi
Aktivasi komplemen dikontrol melalui
tiga mekanisme utama, yaitu
a) komponen
komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak stabil
sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak,
b) adanya beberapa
inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan faktor H,
c) pada permukaan
membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur
klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor
dan penghambatan C3 konvertase.
Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada
berbagai fase oleh beberapa protein dalam sirkulasi maupun yang terdapat pada
permukaan membran. Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk berikatan
dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi
dengan faktor B. Dengan adanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga
dapat dihambat. Faktor I, menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini
faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b dan yang
tertinggal melekat pada permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak
dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan
terakhir menjadi C3d.
2.8
SEL-SEL IMUN
1. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi
tanpa memandang apakah agen pencetus pernah atau belum pernah dijumpai.
Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem imun
spesifik. Lebih jauh lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama
pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan
dalamnsistem imun nonspesifik adalah sel fagosit, sel nol, dan sel mediator.
a) Sel Fagosit
Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu
fagosit mononuclear dan fagosit polimorfonuklear. Fagosit mononuclear terdiri
dari sel monosit dan sel makrofag, sedangkan fagosit polimorfonuclear terdiri
dari neutrofil dan eusinofil.
Sel Monosit dan Sel Makrofag
Persentase sel monosit dalam sel darah
putih berkisar 5 %. Monosit bersirkulasi dalam darah hanya selama beberapa jam,
kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan berkembang menjadi makrofaga
(macrophage) besar (pemangsa besar). Makrofaga jaringan, yang merupakan sel-sel
fagositik terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur panjang.
Sel-sel ini menjulurkan kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel
ke polisakarida pada permukaan mikroba dan menelan mikroba itu, sebelum
kemudian dirusak oleh enzim-enzim di dalam lisosom makrofaga itu.
Beberapa makrofaga bermigrasi ke
seluruh tubuh, sementara yang lain tetap tinggal secara permanen dalam jaringan
tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel Kupffer), ginjal
(sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan
pada limpa, nodus limfa, serta jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen
mikroba, dan molekul asing yang memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka
terjerat dalam bangun limpa yang mirip dengan jarring, sementara yang berada
dalam cairan jaringan mengalir ke dalam limfa dan disaring melalui nodus limfa.
Namun, beberapa mikroba telah
mengevolusikan mekanisme untuk menghindari perusakan oleh sel fagositik.
Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak dapat ditempeli
makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang
bersifat resisten terhadap perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi
di dalam makrofaga.
Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang
berasal dari sel bakal myeloid dalam sumsum tulang. Jumlahnya sekitar 60-70%
dari semua sel darah putih (leukosit). Neutrofil adalah fagosit pertama yang
tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga besar dan
aktif. Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal
kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan
memasuki jaringan yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana.
(Migrasi menuju sumber zat kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di
dalam neutrofil terdapat enzim lisozim dan laktoferin untuk menghancurkan
bakteri atau benda asing lainnya yang telah difagositosis. Setelah
memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati dengan melepaskan zat-zat limfokin
yang mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada dalam sirkulasi
kurang dari 48 jam karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika
mereka merusak penyerang asing.
Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel
eosinofil berasal dari sel bakal myeloid. Ukuran sel ini sedikit lebih besar
daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah 2-5%
dari sel darah putih. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan
keadaan-keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh, cacing darah atau
Schistosoma mansoni). Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat
difagositosis oleh eosinofil atau oleh sel fagositik lain, namun eosinofil
dapat melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus, dan
melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh banyak parasit. Selain itu,
eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam jaringan
yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor kemotaktik
yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi
kearah jaringan yang meradang. Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil;
memiliki peran besar dalam proses peradangan. Untuk melaksanakan fungsi
tersebut sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik lainnya.
b) Sel Nol
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan
golongan limfosit tapi tidak mengandung petanda seperti pada permukaan sel B
dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh
darah sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular spesifik yang
memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel
yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik
pada patogen intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di
dalam sumsum tulang ini juga tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan
merupakan 10 % – 20 % bagian dari limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari
limfosit B dan limfosit T.
c) Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah
sel basofil, sel mast, dan trombosit. Sel tersebut disebut sebagai mediator
dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam sistem imun.
Sel basofil dan sel mast
Basofil adalah jenis leukosit yang
paling sedikit jumlahnya dan diduga juga dapat berfungsi sebagai fagosit. Sel
basofil secara struktural dan fungsional mirip dengan sel mast, yang tidak
pernah beredar dalam darah tapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh.
Awalnya sel basofil dianggap berubah menjadi sel mast dengan bermigrasi dari
sistem sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan bahwa basofil berasal dari
sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel prekursor yang terletak di jaringan
ikat. Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast
mukosa. Yang pertama ditemukan di sekitar pembuluh darah dan mengandung
sejumlah heparin dan histamine. Sel mast yang kedua ditemukan di slauran cerna
dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi
parasit. Baik sel basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan
karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi
IgE. Kemudian bila terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi dengan
antibodi, maka perlekatan keduanya menyebabkan sel mast atau basofil rupture
dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin, serotonin, heparin,
substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, dan sejumlah enzim lisosomal. Bahan-bahan
inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu keduanya pun dapat
membentuk dan menyimpan heparin dan histamin.
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang
berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang belakang. Trombosit berperan
dalam pembatasan daerah yang meradang, dimana apabila terpajan ke tromboplastin
jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan melalui
proses berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan,
diubah menjadi fibrin. Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan
interstitiumdi ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.
2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik
a) Sel T
Karakteristik Sel T
·
Sel T tidak
mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung dengan sasaran
suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel
(cell-mediated immunity, imunitas seluler).
·
Bersifat klonal
dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T memiliki
protein-protein reseptor unik.
·
Sel T
diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan
suatu sel yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan,
yaitu, baik antigen asing maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel
sebelum sel T dapat mengikuti keduanya.
·
Tidak semua
turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap
dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara
lebih cepat dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali di sel
tubuh.
·
Selama
pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan
antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua
turunan sel T berikutnya
·
Diperlukan
waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi
besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.
Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi
antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T komplementer berproliferisai dan
berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah besar sel T
teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler. Terdapat tiga
subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh
antigen.
·
Sel Tc
(cytotocic)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu
yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel
kanker, dan sel cangkokan.
·
Sel Th (helper)
Berperan menolong sel B dalam
memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan
(supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.
·
Sel Ts
(supperssor)
Sel T yang menekan produksi antibodi
sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong. Sebagian besar dati milyaran
Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi penolong dan penekan, yang tidak
secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik. Kedua
subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi
aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan
aktivitas makrofag.
·
Sel Tdh
(delayed hypersensitivity)
Merupakan sel yang berperan pada
pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ketempat terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya menyerupai
sel Th.
·
Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat
ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek biologic. Bahan-bahan tersebut
disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa jenis limfokin
yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan
sebagainya.
b) Sel B
Sel B merupakan
5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi utamanya ialah
memproduksi antibodi. Sel B ditandai dengan adanya immunoglobulin yang dibentuk
didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel
yang selanjutnya berfungsi sebagai reseptor antigen. Kebanyakan sel perifer
mengandung IgM dan IgD dan hanya beberapa sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE,
pada permukaannya. Sel B dengan IgA banyak ditemukan dalam usus. Antibody
permukaan tersebut dapat ditemukan dengan teknik imunofluoresen.
2.9 KELAINAN PADA SISTEM IMUN
Kelainan system kekebalan berfariasi dari
yang ringan seperti alergi sampai yang serius seperti penolakan pencangkokan
organ,desiensi kekebalan, serta penyakit autonium.
1. ALERGI
Alergi (hipersensitif) disebabkan oleh
respons kekebalan tubuh terhadap antigen. Antigen-antigen yang dapat
menimbulkan suatu tanggapan alergi dikenel sebagai allergen (penyebeb alergi).
a. Reaksi Alergi cepat
Reaksi alergi cepat , seperti alergi
akibat tersengat lebah , alergi terhadap tepung sari atau hewan kesayangan,
disebabkan oleh mekenisme kekebalan
humoral. Kekebalan tersebut diperantarai oleh sekresi antibody ke cairan
tubuh untuk melawan antigen penyerbu. Reaksi hipersensitif cepat ini
diakibatkan oleh produksi zat antibody IgE. Ketika seseorang terkena zat
penyebab alergi , antibody IgE akan terikat pada sel-sel darah putihyang berisi
histamine, yaitu bahan kimiayang menyebabkan gejala alergi yang umum, seperti
hidung bash, mata berair, dan bersin. Jika lokasi ikatan antara antigen dangan
sel darah putih terisi oleh allergen , maka sel-sel darah putih akan melepaskan
histamine.
b. Reaksi Alergi lambat
Reaksi alergi lambat dikenal dengan delayed type hipersensivitas atau DTH ,
contohnua kasus orang yang keracunan tumbuhan menjalar . contoh DTH ekstrim
terjadi ketika makrofag tidak dapat dengan mudah menghancurkan unsur penyerbu.
Akibatnya , sel T diaktifkan sehingga menyebabkan peradangan pada jaringan
tubuh. Radang ini terus berlanjut sepanjang sel T diaktifkan.
2. PENOLAKAN TRANSPLANTASI
System kekebalan mengenali dan menyerang
apapun yang secara normal berbeda dari unsur yang ada didalam tubuh seseorang,
bahkan unsur yang hanya sedikit berbeda, seperti organ dan jaringan yang
dicangkokkan. Penolakan trnspalasi dapat dibagi menjadi tiga ketegori yaitu:
J penolakan Hiperakut
Penolakan
tipe ini terjadi segera begitu transplantasi contohnya pada transplantasi
ginjal. Penolakan hiperakut dapat diatasi dengan cara mencangkokkan organ pada
resipien yang memiliki golongan sama dengan donor.
J Penolakan Akut
Penolakan
akut biasanya terjadi beberapa hari setelah transplantasi. Untuk mengatasi hal
ini , biasanya pada resipien diberikan obat, seperti siklosporin yang
memengaruhi respons molekul MHC resipien terhadap donor.
J Penolakan Kronis
Penolakan
kronis terjadi karena organ yang di transplantasikan kehilangan fungsi yang
disebabkan oleh darah beku pada pembuluh darah organ.
3. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Suatu penyebab infeksi yang menurunkan
kekebalan secara fatal adalah HIV (Human Immunodeficiency virus).
Virus tersebut menyebabkan kasus AIDS debgan menginfeksi dan secara cepat
menghancurkan sel-sel T penolong. AIDS adalah suatu sindrom menurunnya
kekebalan system kekebalan tubuh. AIDS termasuk penyakit menular seksual PMS.
4. DEFISIENSI IMUN
Defisiensi kekebalan imun dapat
diperoleh dari keturunan . defisiensi i min yang diwariskan tersebut umumnya
mencerminkan kegagalan pewarisan suatu gen kepada generasi berikut sehingga
dihasilkan makrofag yang tidak mampu mencerna dan menghancurkan organisme
penyerbu, contohnya adalah serve combined
immunodefiency (SCID). Penderita SCID mengalami kekurangan limfosit B dan T
sehingga harus tinggal dilingkungan steril agar tidak terkena infeksi.
5. PENYAKIT AUTOIMUN
Ketika suatu penyakit autoimun
menyerang , system kekebalan akan menyerang organ atau jaringannya sendiri
seolah-olah mereka adadlah unsur asing. Penyakit autoimun sering terjadi pada
kasus kencing manis dan demam rematik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
DAFTAR PUSTAKA
file:///G:/Fungsi%20 imunologi
_dasar.htm
arif priadi BIOLOGI SMA KELAS XI
thanks for sharing.
BalasHapusObat Perangsang Wanita
Obat Kuat Pria
Obat Pelangsing Badan
Obat Pembesar Penis
Obat Penggemuk Badan
Obat Peninggi Badan
Obat Penyubur Sperma
obat perangsang
Obat Perangsang Cair
Obat Perangsang Serbuk
Obat Perangsang Oles
Parfum Perangsang
Permen Perangsang